Wisata ke Kyoto Jepang


Dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi cerita tentang perjalanan 11 hari saya ke Jepang, yang meliputi 2 kota: Kyoto dan Tokyo. Perjalanan saya kali ini memang sengaja dibuat panjang karena saya tidak mengikuti tour sehingga jadwal acaranya kami buat sesantai mungkin, dan karena banyaknya destinasi di kedua kota ini, dan juga banyaknya foto yang saya sertakan, maka saya memecah blog ini menjadi dua bagian: Blog Wisata Tokyo dan Blog Wisata Kyoto agar mudah dibaca

Enjoy yah……..


Jakarta to Kyoto (via Tokyo)
Butuh waktu sekitar 8 Jam perjalanan direct flight dengan menggunakan Japan Airlines (JAL) dari Jakarta menuju Tokyo, dan saya merasa sangat puas dengan pelayanan JAL. Makanan yang berlimpah, stewardess yang sopan dan variasi acara film yang bagus terasa sangat membantu menghilangkan kebosanan selama perjalanan.

Setibanya di Narita (Bandara udara Tokyo terbaru), kami langsung bergegas mencari Wifi modem untuk disewa, karena ada beberapa masalah kerjaan yang belum tuntas dan perlu dikomunikasikan via BBM dan WA.  Saya memilih untuk menyewa sebuah perangkat Wifi modem di counter SoftBank dibandingkan dengan membeli chip GSM karena walaupun sedikit lebih mahal, modem Wifi ini bisa digunakan lebih dari 1 perangkat. Untuk peminjaman selama 11 hari, saya dikenakan biaya 13,125 Yen atau hanya sekitar Rp 150.000,- per hari.

Bip…..Bip……akhirnya Wifi nyala…...tapi engga ada pesan yang masuk.......haizzzz..... engga papalah……. Saya keluar dari gerbang pintu airport untuk merokok dulu……...di Jepang merokok di ruang terbuka pun dilarang loh, merokok harus didalam ruangan merokok yang ada didalam atau diluar gedung. Tapi kalo kepepet yah merokok aja lah di tempat-tempat sepi......dendanya cuma 1.000 Yen kok 

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kyoto dengan Shinkansen (kereta api tercepat di dunia), saya sempat makan sushi dan es krim matcha (green tea) di Narita airport. 

Perjalanan dari Tokyo ke Kyoto sekitar 2 jam 30 menit, dan yang cukup merepotkan adalah proses menggiring koper-koper besar yang kami bawa. Sebenarnya cukup nyaman berpergian walau dengan menggunakan Ordinary Shinkansen Pass sekalipun, hanya saja badan yang sudah kebanyakan duduk ini rasanya susah diajak tidur.    

Granvia Hotel Kyoto
Jam 10 malam kami sampai di Granvia Hotel Kyoto, yang letaknya bersebelahan dengan Kyoto Train Station dan Bus Terminal. Meskipun bukan hotel baru, tapi hotel Granvia ini terawat cukup baik dan cukup bersih. 

Dibawah hotel trerdapatTouris Information Center yang sangat membantu untuk mencari informasi destinasi, membeli tiket bus harian dan tiket pertunjukan kesenian selama perjalanan kami di Kyoto.



Sanjusangendo Temple
Kami melakukan perjalanan ke Sanjusangendo Temple dengan menggunakan bis umum dengan 1 day pass. Jika membayar dengan uang tunai, tarif bis disini pro rata seharga 230 Yen per trip.

Waktu di dalam bus, saya menemukan ada yang janggal di bus ini. Setelah beberapa saat baru saya sadari kalau bus di Jepang selalu memiringkan badannya ke kiri untuk memudahkan penumpang naik dan turun bus. Supir busnya juga selalu mengucapkan aba-aba bila bus mau belok, berhenti dan saat mulai berjalan. Saya juga mendapati beberapa supir bus mematikan mesinnya saat antrian panjang di lampu merah untuk mengurangi polusi udara.

Nah, sesampainya di Sanjusangendo, saya mendapati patung-patung di dalam kuil yang dibangun pada tahun 1164 ini ditata sangat indah. Terdapat 28 buah patung dewa Jepang dengan latar belakang 1.000 buah patung Budha berwarna emas. Walaupun didalam kuil cukup terang, saya masih mendapati perasaan angker. Sayangnya tidak diperbolehkan untuk memfoto atau merekam video di dalam kuil.

Di kuil ini dijual berbagai jimat untuk kesuksesan, panjang umur sampai untuk mengobati sakit kepala (?????) saya sampai baca berulang kali……beneran !!! Jimat buat sakit kepala…....wkwkwk…….Aneh-aneh aja.

                                                                       
Kiyomizu-dera Temple
Kami melanjutkan perjalanan kami berikutnya ke Kiyomizu-dera Temple yang termasuk bangunan yang dilestarikan oleh UNESCO.  Kuil ini terletak diatas bukit, dan sepanjang jalan menuju ke kuil tersebut dipenuhi oleh toko-toko yang menjual cendera mata, restoran dan jajanan sehingga membuat waktu perjalanan kami super molor akibat kebanyakan mampir.

Kuil berukuran sangat besar dan terbuat dari kayu. Bagian dalam kuil agak gelap  sehingga tidak terlihat dengan jelas patung-patung dewanya disana. Saya menikmati indahnya pemandangan dari atas bukit, terlebih pada saat musim semi seperti sekarang ini. Dibagian belakang kuil pengunjung mengantri untuk meminum dari mata air yang katanya bisa memberikan berkah. 


Jika anda mau sedikit santai, datanglah lebih pagi karena semakin sore, semakin banyak pengunjung yang berdatangan. Dapat anda temukan cukup banyak pengunjung baik pria maupun wanita yang memakai Yukata pakaian tradisional Jepang di sepanjang jalan menuju kuil.

Fushimi Inari
Esoknya kami berkunjung ke Fushimi Inari. Rasanya sayang banget kalo sampai engga mengunjungi tempat ini. Ribuan gapura berwarna merah di sepanjang jalan menyusuri jalan setapak ini tampak begitu indah, terlebih pada saat matahari bersinar cerah.


Saya tidak menyelesaikan perjalanan saya sampai ke puncak bukit karena konon perlu 2 jam untuk sampai puncak bukit. Disini pengunjung menyembahyangi dewa musang yang setelah saya perhatikan agak mirip patung kucing Mesir..... hehehe...... bener kan? Di Jepang ketemu dewa musang, pas di Malaysia ketemu dengan buah kesukaan raja musang (durian Musang King)……..wkwkwk…..

Gion

Tiket untuk menonton pertunjukan kesenian Jepang di Gion Corner ini dapat anda beli secara online di www.kyoto-gioncorner.com atau di Tourist Information Center seharga 3.150 Yen. Tiap show menampilkan 7 pertunjukan:: Hyo-Mai Dance, Flower Arrangement, Tea Ceremony, Koto Zither, Gagaku Court Music, Kyogen Theatre dan Bunraku Puppet Theatre yang cukup menarik untuk ditonton.

Setiap hari ada show dilakukan 2 kali, jam 6 dan jam 7 malam dan yang tidak saya sangka adalah banyaknya jumlah penonton. Cultural Performance kayak begini lebih susah lagi dicari kalau di Tokyo, jadi  jika anda kebetulan mengunjungi Kyoto engga ada salahnya mampir ke Gion Corner ini.

Pontocho
Pontocho letaknya bersebelahan dengan Gion. Sesudah menonton Cultural Performance di Gion Corner kami berjalan kaki sekitar 15 menit ke Pontocho.

Lorong-lorong yang hanya disinari sedikit lampu dari lentera dengan arsitektur bangunan rendah ala tradisional Jepang menjadi daya tarik yang luar biasa. Puluhan restoran di sepanjang lorong-lorong sempit Pontocho ini selain sangat bisa menjadi pilihan utama anda untuk bersantap malam.


Pachinko
Rasanya engga afdol kalo engga nyobain maen Pachinko di Jepang. So, saya mampir ke sebuah tempat permainan pachinko yang rame banget, tukar uang pecahan 1.000 Yen di vending machine, dan…………engga tau harus ngapain. Semuanya bahasa Jepang doang, jadi semua tombol saya pencet dan engga terjadi apa-apa. Untung ada pegawainya yang dengan lebih banyak menerangkan cara bermain pachincko ini dengan bahasa tubuhnya karena saya dan dia saling engga mengerti bahasa masing-masing....hehehehe. Setelah habis 2.000 Yen saya berhenti main karena engga menemukan sensasi serunya permainan ini.


Sagano Scenic Rail 
Karena belum puas menikmati indahnya pemandangan alam di Kyoto yang memasuki musim gugur ini, kami menyempatkan diri naik kereta api jadul di Sagano.

Jalur kereta api ini sengaja dibuat membelah bukit dan menyusuri sungai agar kita bisa menikmati pemandangan yang indah khas pedesaan. 



Di Sagano anda bisa bermain arum jeram, berkuda, atau sekedar mengunjungi daerah pedesaan untuk bersantap ataupun berbelanja di toko-toko kecil. Sebuah toko yang menjual lukisan diatas batu koral biasa menarik perhatian saya. Banyak lukisan kucing yang bagus-bagus, tapi saya membeli batu dengan lukisan wanita yang menggunakan baju tradisional Jepang,

Arashimaya Bamboo Groove

Adalah tempat yang cukup indah, dengan hamparan pohon bambu setinggi 8-12 meter di kiri-kanan jalan. Buat foto-foto sih bagus, tetapi tidak ada apa-apa lagi disini, kecuali sebuah kuil kecil yang tidak saya masuki karena terus terang, saya sudah mulai bosan melihat kuil-kuil Jepang

Lingkungan disekitar Arashimaya Bamboo Groove cukup bagus, dengan trotoar yang lebar, dan dipenuhi dengan toko-toko cindera mata, restoran dan café sehingga kami berjalan santai di sini sampai sore dan ngopi di tepi sungai dengan latar belakang bukit yang indah sampai hari menjelang sore.


Shijo–dori Shopping District 
Kami bisa sampai ke Shijo-dori ini karena...........SALAH NAIK BUS !! Hehehe..... shopping district ini tidak besar, hanya di 1 ruas jalan saja, tapi cukup komplit dan terlihat sangat rapih. Kami makan malam dan berbelanja beberapa barang dan makanan di Daimaru, Tokyu Hand dan beberapa toko sebelum balik ke hotel untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan kami esok harinya ke Tokyo.

Kyoto's Food 
Makanan di Kyoto cukup bervariasi, dan karena tujuan destinasi pariwisata utama disini adalah kuil-kuil, maka kami banyak makan dan jajan disekitar kuil seperti: Bakpau isi daging dan tahu, rice cracker, green tea ice cream, asinan akar teratai, dan masih banyak lagi.

Ada sebuah restoran kecil yang hanya bisa menampung 10 sampai 12 orang bernama Kichi-Kichi yang tampaknya cukup terkenal dan pernah masuk acara TV. Restoran ini tidak menerima walk-in customer. Menu andalannya adalah Omurice, yaitu nasi goreng dengan omelette dan curry sauce. Penyajian Omurice ini sangat menarik sehingga banyak diupload orang di youtube, tapi rasa makanannya tidak cocok dengan selera saya.

Penasaran? Ini videonya......



Selesai udah perjalanan saya di Kyoto, untuk lanjutan perjalanan wisata saya selama di Jepang ini dapat anda baca di Wisata ke Tokyo



Lagi nyari kost di daerah Setiabudi - Kuningan - Jakarta Selatan?
click disini